Kita Pernah Satu Bingkai

Detak jantungku menderu, nafasku memburu. Perasaan yang selalu kudapati ketika aku bertemu tatap denganmu. Perasaan yang membuatku selalu kacau. Perasaan yang membuatku ingin merasakannya lagi dan lagi. Perasaan yang membuatku bisa tersenyum sepanjang hari. Perasaan yang kini tak lagi kurasakan. Dimanakah dirimu? Masihkah mengingat diriku?
seandainya kita bisa bertemu satu kali lagi maka aku pasti akan memberitahmu yang sebenarnya yang terjadi saat kau memutuskan untuk menyudahi kedekatan kita. Betapa takutnya aku saat itu. Betapa hancurnya aku saat itu. Betapa seringnya aku menangis kala itu. 
Meskipun hatiku selalu berdalih bahwa tanpamu aku akan baik-baik saja, nyatanya aku bahkan tidak mengenal apa itu baik-baik saja sepeninggalanmu. Bibirku selalu saja menggumamkan namamu setiap aku merasa risau, berharap aku bisa menemukan ketenangan disana. Kala lelah akupun juga diam-diam menggumamkan namamu, berharap mampu mengobati rasa lelahku. Meskipun aku berusaha menyibukkan diri untuk melupakan rasa pedih ini. Namun saat malam tiba aku selalu saja menyempatkan diri untuk menangisimu, bodoh bukan? Bahkan dirimu mungkin sudah lupa.
Aku merindukanmu, merindukan usapan manismu diujung kepalaku. Merindukan cubitan gemasmu dilenganku. Telingaku meridukan suaramu yang memanggil namaku. Jemariku rindu menulis balasan chat untukmu. Kita berdua kini hanya tersisa dalam sebuah bingkai mungil dengan senyumku yang benar-benar bahagia saat itu.
Harusnya aku mengucapkan beberapa untaian kata disaat terakhir kita dulu. Agar onggokan dihatiku sedikit berkurang. Mungkin aku terlalu bahagia saat itu hingga tak mampu lagi berkata-kata bahkan ucapan terimakasih saja tak mampu ku ucapkan. Lidahku terlalu kelu saat itu, aku juga sudah lupa apa saja yang ingin kukatakan saat itu.
Lalu aku hanya bisa memandangi kita dalam satu bingkai dengan mengingat betapa bahagianya aku bisa bersanding denganmu meski hanya hitungan detik.
Lalu apa yang bisa kulakukan? Memohon padamu untuk kembali disaat semua keluargaku menentangnya. Ataukah aku harus berada didalam kehampaan ini terus menerus? Akankah aku bisa menemukan sosok lain selain dirimu yang mampu membuatku sebahagia dulu?

0 komentar:

Posting Komentar